Matematika Pengungsi

David Efendi
Beawiharta / Reuters-pengungsi-merapi-padati-stadion-maguwoharjo7
Beawiharta / Reuters-pengungsi-merapi-padati-stadion-maguwoharjo7
Jika satu orang (keluarga) di Jogja dan jateng yang tidak berada dalam zona bahaya letusan merapi membawa pulang minimal satu pengungsi ke rumahnya (atau satu keluarga), siapa mau bantu menghitung jika jumlah penduduk Yogyakarta minus pengungsi tahun sensus 2010 sebanyak 3,452,390-120,000 jadi sebanyak 3,332,390 jiwa atau kira-kira sebanyak 666,478 rumah tangga yang siap menampung 1 pengungsi/rumah (asumsi satu keluarga 5 orang) ; penduduk Jawa Tengah sebanyak 32,380,687 minus pengungsi sbanyak 200 ribu jadi penduduk yang ada di zona aman sebanyak 32,180,687 orang atau kira-kira sebanyak 6,436,137 rumah tangga yang akan siap menampung pengungsi (1 orang/rumah). Jumlah rumah tersebut jauh lebih banyak dari jumlah pengungsi. Hasilnya?  tempat pengungsian akan hanya terisi sapi dan ternak pengungsi.Ini hipotesis awalnya. Mari kita hitung secara lebih baik dan lebih ‘valid’.
Di Propinsi DI Yogyakarta jika pengungsi jumlahnya katakanlah 120 ribu maka membutuhkan rumah sebanyak 120 ribu yang siap didatangi pengungsi sementara rumah yang tersedia di seluruh propinsi Yogyakarta lebih dari 6 ratus ribu rumah secara kasar.jadi yang terpakai hanya kurang dari 20 persen dari rumah yang tersedia sehingga diambil yang terdekat dengan daerah pengungsiaan atau misalnya di jogja di Kota, kulonprogo, dan Bantul. Ini sudah cukup.

Sedangkan untuk matematika pengungsian di Jawa tengah yang jumlah penduduknya berdasarkan senses bps 2010 sebanyak 32 juta lebih hitungannya begini: Jika pengungsi di kabupaten Boyolali, Klaten, Magelang, dan lainnya dibulatkan menjadi 200 ribu maka diperlukan rumah penampung sebanyak 200 rumah sedangkan jumlah keluarga atau rumah tangga di Jawa tengah yang ada di seluruh Jawa tengah sebanyak lebih dari 6 juta rumah tangga maka jumlah ini hanya terpakai sekitar 3-4 persen saja. Tinggal pemerintah mensuplai kebutuhan pengungsi di rumah yang menampungnya.

Bahkan sebenarnya kalau matematika pengungsi ini disederhanakan tidak dihitung propinsi tapi jumlah keluarga di daereh terdekat yang siap menampung pengungsi maka barakisasi dan tendaisasi pengungsi akan tidak berlangsung lama dan hasilnya masyarakat sehat. Anggap saja pengungsi sedang ngekos dan yang membayar uang kosnya pemerintah lewat anggaran negara dan juga sumbangan masyarakat.
selain itu, sembako  dana kebutuhan pengungsi yang dirumahkan tersebut tetap ditanggung pemerintah dan bantuan sosial lainnya hanya dimasak di rumah yang mengajak pulang tadi sehingga tidak merepotkan dan membebani pihak keluarga yang membawa. Hal ini kiranya akan lebih sehat dan lebih ringan sebagai bentuk solidaritas sosial yang maksimal. Selama ini di Indonesia setiap ada bencana selalu cara berfikirnta barak dan tenda pengungsian yang selalu bermasalah dengan kesehatan, kebersihan, makanan, dan penyakit yang tersebar ke mana-mana.

Bagi saya, saatnyalah merubah paradigma barak menjadi paradigma homestay sebagaimana mahasiswa yang belajar di luar negeri biasanya mahasiswa Indonesia atau international pada umumnya tinggal di rumah penduduk setempat dengan dianggap sebagai keluarga dan belajar banyak hal dari interaksi sehari-hari. Konsep ini mungkin tidak ada salahnya jika diterapkan dalam penanganan pengungsi letusan merapi terdahsyat 100 tahun terakhir yang sudah memakan korban jiwa sebanyak 169 meninggal (data perlu divalidkan) dan korban luka dan ratusan ribu pengungsi yang sampai sekarang datanya, pengungsi jateng sebanyak; pengungsi Yogyakarta sebanyak
Gimana ya? Kalau memang kurang valid silakan dihitung ya, saya tidak good in match he he …maaf

Honolulu, Nov 6,2010

0 Response to "Matematika Pengungsi"

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme