Kedaulatan [Tidak Lagi] di tangan Rakyat

David Efendi
12927198671212729918
Buku Bruce Jones (2008) sebagai buku yang membincang makna kedaulatan pasca serangan WTC 9/11 membuka dan memaksa mata dunia untuk menafsirkan ulang arti kedaulatan. Jika dulu teori yang kita kenal kedaulatan selalu dihubungan dengan teritorial dengan sifatnya yang utuh dan tidak terpisah. Di Indonesia jelas di sebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat sementara rakyat sendiri terkotak dan dikotakkan menjadi banyak kelompok oleh negara baik secara langsung atau tidak pembelahan sosial itu meluluhlantakkan kedaulatan. Kesenjangan ekonomi antara rakyat satu dengan lainnya, kesenjangan kota desa, etnis, agama, dan setrusnya akan mengancam utuhnya kedaulatan. Hal ini diperparah oleh lepasnya batas satu negara dengan negara lain akibat perdagangan bebas dan tekhnologi internet.
Kedaulatan, mengacu pada Jones, Kant, Smith, Fukuyama, merupakan persoalan bagaimana negara mencukupi kebutuhan minimal rakyatnya dari segi ekonomi (sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan) dan juga bidang politik (demokrasi, kebebasan dan partisipasi), serta pemerintahan( keterlibatan rakyat dalam pengambilan kebijakan). Jika kebutuhan dasar ini tidak dicapai oleh negara maka keputusasaan rakyat itu akan mengancam negara lain dalam bentuk trans national terrorism. Ini adalah bagian dari kesimpulan buku Jones tersebut. Sementara Fukuyama menenakankan kepada pentingnya peran negara dalam skop yang penting-penting saja dan Kant menghendaki perdamaian (wordl order) international melalui kesepakatan atau perjanjian.

Dalamm kontek Indonesia pasca MPR disejajarkan dengan lembaga tinggi negara (bukan tertinggi), secara langsung merubah makna kedaulatan yang dulunya disebutkan berada ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya melalui MPR dalam memilih presiden atau membuat Undang-undang (ketetapan, merevisi UUD). Kini kedaulatan itu kita pertanyakan dimana posisinya jika tidak diwakili MPR. Kelemahan mendasar jika kedaulatan di tangan DPR maka yang ada adalah kepentingan partai politik sementara parpol adalah lembaga terkorup (TI, 2008), jika kedaulatan rakyat diwakilkan ke hukum (MA, MK, KPK) maka masih ada sedikit harapan meski kasus besar tidak pernah terselesaikan bahkan terkesan diabaikan oleh penguasa.

Kedaulatan lain yang hilang adalah kedaulatan pangan, keamanan, dan pemerintahan. Ketiga kedaulatan ini akan kita uraikan satu persatu sebagai satu kesatuan sekaligus indikator mengenai kuat lemahnya, gagal dan suksesnya sebuah pembangunan bangsa (nation state building). Pertama, sejak 10 tahun lalu kedaulatan pangan berada dalam ancaman besar akibat kenakalan para penimpor pangan yang membabi buta. Produk lokal dihancurkan oleh standar harga international yang dimurahkan. Para kapitalis pengimpor beras, kedelai, jagung ditarif hampir nol rupiah sehingga harga di Indonesia jatuh tersungkur. Rakyat petani sekarat hanya diberi BLT 300-600 ribu setelah dicekik dengan harga kenaikan BBM tahun 2005.

Kedua, kedaulatan rasa aman. Kekerasan dipraktikkan dengan terang-terangan. Orang dibunuh di depan pengadilan, orang meninggal di depan istana presiden, dan antri BLT plus zakat. Ini negara sudah angkat kaki dari fungsinya menyesiakan keamanan bagi semua rakyatnya tanpa kecuali. Kasus lainnya, perburuan terrorisme, penangkapan tanpa bukti dan pendadilan, juga kejahatan FPI(front pembela Islam) atas kedok agama yang dibiarkan pemerintah. Banyak korban berjatuhan tetapi negara tutup telinga dan matanya.
Terakhir, kedualatan pemerintahan. Saya 500 % yakin pemerintah kita memerintah atas kendali kelompok kepentingan baik lokal, nasional, atau kepentingan international. Kita menengarai ini erjadi semenjak dikudetanya Sukarno yang melibatkan CIA, dan Inggris lalu memuluskan kontrak karya kekayaan surga di Papua sampai sekarang. Gunung sudah menjadi jurang dalam, lautan sudah menjadi keruh, dan bumi Indonesia dihisap minyaknya. Kepentingan kapitalis tetap menyetir penguasa Indonesia sampai sekarang. Ini menjadikan kita psimis bahwa pemerintahan demokrasi akan berbagi kemakmuran untuk semua. BLT hanyalah sebiji pasir di lautan yang diberikan negara kepada rakyatnya. Negara lupa bahwa pemilik kedaulatan sesungguhnya adalah rakyat karena Indonesia ini negara republik. Tetapi konsep republik tidak artinya bagi penguasa yang bersekongkol dengan pengusaha dan kapitalis global.
12927199031263434604Desentralisasi dan otoda adalah pengkebirian terhadap kedaulatan itu sendiri meski dirasionalkan dengan berbagai cara agar rakyat yakin bahwa otoda akan mendekatkan kesejahteraan untuk rakyat di daerah. Salah besar! Era desentralisasi hanya upaya pengkotaan orang daerah agar tidak melakukan perlawanan secara nasional terhadap kebobrokan pemerintahan, agar rakyat daerah berperang melawan kepala daerahnya, antar desa, dan kecmatan saja. Sementara, dalam waktu yang sama negara dan kapitalis global terus memperkaya diri, menjual murah kekayaan alam, bumi, dan isi perut Indonesia. Benar, pemerintah memberi kebebasan berekspresi, tapi suara ‘kebenaran’ tetap diabaikan. Isyarat langit melalui bencana alam, hilang menguap tanpa makna, tanpa perubahan.
Arti dari semua ini adalah bahwa kedaulatan kita hilang dengan sempurna, jika negara lepas tanggung jawabnya!

0 Response to "Kedaulatan [Tidak Lagi] di tangan Rakyat"

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme