Pak Beye, I Don’t Care

By David Efendi
12914060081849390771Ujung dari salah paham-nya Pak Beye mengenai keistimewaan Yogyakarta menuai badai katulistiwa. Jutaan anak bangsa mengutuknya dengan berbagai cara. Banyak akademisi menilai Pak Beye ceroboh, dan banyak blogger menyatakan Pak Beye terlalu don’t care terhadap keragaman dan hasratnya menyala ingin berkuasa dan membangun berhala. Semua demi menutupi persoalan besar bangsa ini sekaligus ingin beralih dari gelar Bapak Album Indonesia.

Kata pepatah gaul, ‘don’t know don’t care’ ada manfaatnya saya taruh di kepala. Mengingat zaman di mana menjaga akal waras saja saja sulit apalagi bertahan menjadi pembela kebenaran. Pastu ‘zulitnya minta ampun’ atau let me say, tobat tenan!. Banyak orang miskin disantuni, tapi lebih banyak lagi orang miskin yang tidak diperhatikan lantaran kemiskinan di negeri inibersembunyi di balik pulau, bukit, gunung, gedung bertingkat dan kolong jembatan. Pemerintah yang tidak mau tahu disebut pemerintah dont care, presiden yang tidak mau mengerti disebut presiden dont care, ketua dewan yang hanya mau tahu urusan partai dan kepentingan pemodal juga disebut ketua dewan don’t care. Begitu banyak orang yang bisa berbuat itu menjadi don’t care. Aku sendiri yang setengah mati bertahan berfikir waras sudah mulai don’t care.

Sikap don’t care bisa menjalar dan bertabur ke mana-mana semacam amouba, atau sejenis hujan abu yang tertiup angin kencang merasuk dalam ruang-ruang yang sempit termasuk merasuk dalam akal sehat dan nurani kuat sekalipun. Sikap tidak mau tahu adalah sumber dari segala hukum sumber peperangan. Orang tidak mau tahu agama, akhirnya melacurkan agama, orang yang tidak mau tahu hukum negara akhirnya menyerempet hak orang lain bahkan terang-terangan menjadi maling republik. Orang yang tidak mau tahu perbedaan pendapat akhirnya nekad membabat nyawa dan masa depan sesama. Termasuk, orang yang tidak mau tahu keunikan sejarah dan budaya akhirnya ingin melumat dan meluluhlantakkan yang istimewa. Inilah jalan cerita, menuju patahan-patahan republik. Setelah Timur Leste lalu apa lagi?

Jika manusia Indonesia ini tidak pernah mau tahu apa arti pancasila, apa arti kemerdekaan, apa arti agama, apa arti gotong royong, apa arti kerajaan dan apa arti kemanusiaan, tentu Indonesia sudah berada di musium sejarah atau  bahkan hilang ditelan masa. Kita perlu peduli sebisa kita dan semampu kita. Jikla tidak bisa peduli kepada hal besar pedulikan pada yang kecil. Walau yang kecil tidak bernilai miliaran rupiah yang kecil tidak kalah mulai dari yang besar. Jika tidak bisa berbuat kebaikan kepada yang genap berbuatlah kebajikan kepada yang ganjil yang miskin yang papa perlu ditolong jangan di sia-sia karena kepada merekalah doa-doa kita tunutkan. Tanpa doa mereka doa kita tiada pernah singgah di langit. (paragraf ini kayak budayawan asal mana gitu ya).
Kembali, naasnya bangsa ini jika punya presiden dont care, punya wakil rakyat dont care dan punya pejabat yang hanya care kepada dirinya dan tidak care terhadap yang lemah.Naasnya anak bangsa ini kalau diwariskan hutang besar dan digadiakannya akal sehat dan kekayaan bumi Indonesia. Pemimpin yang dont care adalah pemuja berhala modern yaitu tuhan kapitalisme, tuhan jual beli yang merugikan rakyat sebagaimana praktik pemerintah Indonesia semenjak orde baru sampai ‘orde yang paling baru ini’ (Iwan Fals). Kita masih dipimpin oleh penguasa dan pemimpin yang don’t care.

Jika Presiden tidak peduli pada nasib 40 juta anak bangsa miskin dan hanya peduli pada urusan membangun citra diri dan keluarga maka bencana akan terus mengembara di bumi nusantara. Jika negara don’t care sama sekali, jika rakyat sudah dont’ care, apa ada yang masih diperbincangkan? Banyak  juru bicara sibuk merevisi dan membela pernyataan presiden yang kalap. Aku sendiri hanya bisa berucap dari balik bukit tentang apa yang jubir katakan dan presiden umpatkan hanya berucap, ” Pak Beye, I don’t Care”.

Hi, Dec,1, 2010

0 Response to "Pak Beye, I Don’t Care"

Post a Comment

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme